Setelah kita memasuki era kehidupan dengan sistem komunikasi global,
dengan kemudahan mengakses informasi baik melalui media cetak, TV,
internet, komik, media ponsel, dan DVD bajakan yang berkeliaran di
masyarakat, tentunya memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan kita.
Setiap fenomena yang ada dan terjadi di dunia, tentunya akan memberikan
nilai positif sekaligus negatif. Sangat tergantung pada pola pikir dan
landasan hidup pribadi masing-masing.
Setiap individu dari kita akan
merasa senang dengan kehadiran produk atau layanan yang lebih canggih
dan praktis. Tidak terkecuali teknologi internet yang telah merobohkan
batas dunia dan media televisi yang menyajikan hiburan, informasi serta
berita aktual. Begitu juga, handphone yang telah membantu komunikasi
sesama manusia untuk kapan saja meskipun satu dengan yang lainnya berada
di dunia Utara-Selatan atau belahan Timur - Laut.
Teknologi +
Kebebasan - Edukasi = Kehancuran click
S
etiap teknologi
memberikan efek positif dan negatif . Maraknya penggunaan ponsel telah
menurunkan interaksi individu secara langsung. Hal ini akan cenderung
membuat pola hidup manusia menjadi indivualistis. Dampak negatif ini
tentunya dapat dikurangi bahkan dihindari jika saja si pengguna memiliki
pemahaman/pengetahuan, etika dan sikap yang kuat (bijak-positif) untuk
memanfaatkan sesuatu secara selektif dan tepat guna.
Inilah titik
permasalahannya bagi anak dan remaja. Penyaring internal (pemahamam,
etika dan sikap) anak dan remaja kita masih sangat rapuh. Di era
kompleksitas arus kehidupan saat ini, orang tua (terutama di perkotaan)
telah kehilangan daya mendidik dan membangun keluarga bagi anak-anaknya.
Hal ini diperparah dengan maraknya “racun-racun” yang diterima oleh
anak-anak kita saat ini. Adegan-adegan kekerasan, seksual, mistik, dan
hedonisme di media TV, koran dan internet, serta sistem pendidikan
sekolah yang gagal membangun karakter anak, telah menyerang anak-anak
kita saat ini.
Di sisi lain, rendahnya regulasi dan law inforcement
dari pemerintah dan aparaturnya, telah menyebabkan oknum-oknum perusak
generasi muda kita “berkembang biak: secara pesat. KKN antara pihak
penguasa dengan pengusaha dalam regulasi, publikasi dan distribusi media
menyebabkan jutaan pemimpin masa depan Indonesia di ujung kepunahan.
Sederet keprihatinan anak dan remaja saat ini seperti kenakalan remaja,
pola hidup konsumtif-hedonistik, pergaulan bebas, rokok, narkoba, dan
kecanduan game on line hampir menuju budaya “gaya hidup” remaja masa
kini.
Teknologi tanpa filtrasi (perlu regulasi agar kebebasan tidak
jebol) dan rapuhnya edukasi/karakter manusia mengakibatkan kehancuran
bangsa.
Rokok, Narkoba, Seks, dan AIDS click
Ditengah
berita siswa-siswi berprestasi dalam ajang penelitian, olimpiade sains,
seni dan olahraga, anak muda Indonesia saat ini terancam dalam masa
chaos. Jutaan remaja kita menjadi korban perusahaan nikotin-rokok. Lebih
dari 2 juta remaja Indonesia ketagihan Narkoba (BNN 2004) dan lebih
8000 remaja terdiagnosis pengidap AIDS (Depkes 2008). Disamping itu,
moral anak-anak dalam hubungan seksual telah memasuki tahap yang
mengawatirkan. Lebih dari 60% remaja SMP dan SMA Indonesia, sudah tidak
perawan lagi. Perilaku hidup bebas telah meruntuhkan sendi-sendi
kehidupan masyarakat kita.
Berdasarkan hasil survei Komnas
Perlindungan Anak bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di
12 provinsi pada 2007 diperoleh pengakuan remaja bahwa :
- Sebanyak
93,7% anak SMP dan SMU pernah melakukan ciuman, petting, dan oral seks.
-
Sebanyak 62,7% anak SMP mengaku sudah tidak perawan.
- Sebanyak
21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi.
- Dari 2 juta
wanita Indonesia yang pernah melakukan aborsi, 1 juta adalah remaja
perempuan.
- Sebanyak 97% pelajar SMP dan SMA mengaku suka menonton
film porno.
Pengakuan Siswi SMA, Beginikah Remaja Kita? click
“Sekarang
gue lagi jomblo. Sudah dua tahun putus. Sakit juga! Habis pacaran empat
tahun, dan sudah kayak suami-istri. Dulu, tiap kali ketemu, gejolak
seks muncul begitu saja. Terus ML (making love) deh. Biasanya kita
lakuin kegiatan itu di hotel. Kadang di rumah juga, kalau orang rumah
lagi pergi semua. Kalau rumah nggak lagi sepi ya paling cuma berani
ciuman dan raba sana-sini. Buat gue, semua itu biasa. Gue nglakuinnya
karena merasa yakin doi bakal jadi suami gue. Gue nggak takut dosa. Kan
kita sama-sama mau, jadi nggak ada paksaan. Dosa terjadi kan kalau ada
paksaaan. Gitu menurut gue! Waktu putus, gue nggak nyesel sudah
nglakuin itu, habis, mau gimana lagi! Santai saja! Tentang pendidikan
seks, gue nggak pernah terima dari orangtua. Paling dari teman, majalah,
buku, atau film”
Itulah penuturan Neila (samaran), pelajar kelas 3
sebuah SMA di Jakarta Timur, yang baru saja menjalani UAN. Tanpa beban,
remaja manis bertubuh mungil ini menceritakan pengalamannya. Ia dan sang
kekasih tahu harus melakukan apa supaya hubungan seks pranikah itu
tidak membuatnya hamil.
Sampai saat ini, Neila yakin orangtuanya sama
sekali tidak tahu perilaku putri keduanya itu. ”Gue nggak bakal
ceritalah, bisa mati mendadak mereka. Teman malah ada yang tahu, tentu
saja yang punya pengalaman sama,” katanya sambil memilin-milin
rambutnya.
Menurutnya, ML di kalangan remaja sekarang bukan hal
yang terlalu asing lagi. Malah, ada yang sengaja merayu pria dewasa yang
bisa ditemui di mal dan tempat umum lain, untuk mendapatkan uang atau
barang berharga, seperti telepon seluler model terbaru, jam tangan
bermerek, baju, sepatu, tas, dan sebagainya. ”Bukan profesi sih, cuma
iseng. Hitung-hitung bisa buat gaya. Mending gue `kan, yang nglakuinnya
cuma sama pacar dan bukan demi duit,” sergahnya.
Biarkan atau
Bertindak? click
Sudah seharusnya kita kembali ke akar budaya
bangsa kita. Jauh sebelumnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang
memiliki nilai akar (root value) budaya yang menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan dan kesusilaan seperti tertuang dalam falsafah dan nilai
Pancasila. Kondisi yang menimpa generasi muda saat ini, harus dibina dan
dididik agar mereka menjadi pemimpin yang memiliki moralitas yang
tinggi untuk membangun bangsa dan negaranya.
Semua pihak haruslah
merasa bertanggung jawab atas kasus ini. Disamping orang tua, peran
masyarakat sangatlah penting. Sistem pendidikan kita juga harus diubah.
Jangan naikkan anggaran tanpa meningkatkan nilai yang sesungguhnya dari
pendidikan. Pemerintah sudah seharusnya tegas melaksanakan
undang-undang, dan para pengusaha, pedagang, dan web internet cobalah
berhenti menyebarkan hal-hal yang merusak (karena generasi kita masih
rapuh).
Hal-hal yang harusnya dilakukan:
- Pemerintah filtrasi
tegas sinetron, film atau iklan yang berisi kekerasan seksual,
pergaulan bebas, mistis-religi, kekerasan-religi, ramalan serta judi.
-
Menindak tegas para pelanggar UU Perlindungan Anak
- menfilter
situs-situs porno di Indonesia. Hingga saat ini saja ada 6 Situs Porno
yang Paling Banyak diakses di Indonesia. click
- Membangun Youth
Centre, pusat pendidikan dan kreasi bagi remaja-remaja agar beraktivitas
yang positif.
- Secara aktif mengontrol promosi (iklan) dan
peredaran rokok.
- Memprioritaskan program pencegahan perdagangan
anak, eksploitasi seksual komersial anak, dan narkoba.
- Edukasi pada
masyarakat bahwa jangan mengasingkan anak-anak (yang menjadi korban),
bantulah mereka untuk keluar dari permasalahan mereka (material maupun
moril).
http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=6445.0;wap2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar